Saya suka cerita horror dan romansa.
Sisi Lain Kebun Durian
Sabtu, 14 Desember 2024 15:21 WIB
Ada apa di balik kebun durian kakek yang masih lebat?
“Kakek, aku mau teh yang baru itu. Mereka bilang tehnya enak kek.” Seorang bocah dan kakeknya sedang berjalan di kebun dengan gelapnya malam. “Tidak enak itu! Kita mau makan durian ini, durian jauh lebih enak! Hati-hati dengan lintah Rudi!” Bocah itu hanya bisa murung saat keinginannya ditolak. Kakeknya memakai senter sebagai penerang sedangkan si Rudi membawa karung kosong. “Sepertinya aku melihat durian kek!” Rudi menunjuk ke arah semak belukar. “Kita belum sampai ke kebunnya, mana mungkin ada durian di sini. Ayo Rudi!” Bocah itu ragu dan kembali mengikuti kakeknya. Dia masih melihat durian itu menggelinding.
“Sudah sampai! Taruh karung itu, lalu cari sabut kelapa atau ranting kering. Kakek tidak mau kita diserbu nyamuk!” Rudi mencari ranting dan sabut kelapa di sekitar gubuk mereka. Si kakek memukul ranting-ranting yang hampir menutupi jalan menuju gubuk. “Kakek, aku dapat banyak!” Dia meletakkannya dan si kakek langsung membuat perapian. Si kakek kemudian mencari durian yang jatuh. “Apakah aku boleh ikut kek?” Si kakek menggendong si Rudi dan meletakkannya ke gubuk. “Kau tinggal di sini! Jangan pergi!” Si Rudi hanya bisa menuruti kakeknya yang pergi ke dalam kebun durian.
“Padahal aku sangat ingin meminum tehnya. Kakek bodoh! Aku benci kakek! Semuanya tidak boleh. Aku tidak peduli. Aku ingin memberikan durian kepada Rini.” Rudi turun dari gubuknya dan pergi mencari durian. Rudi baru sadar bahwa mencari durian tidak semudah dari cerita kakeknya yang pernah dia dengar. Dia hanya menemukan kulit durian yang telah dimakan tupai. Tiba-tiba Rudi mendengar gerakan di salah satu pohon durian yang diiringi dengan suara dentuman. Rudi bergegas menuju asal suara dan tidak menemukan apa-apa. Rudi mencari lebih teliti dan menemukan durian yang bergelinding itu lagi. Dia juga melihat bapak-bapak yang sedang tidur di bawah pohon durian. Rudi mendatangi bapak itu. “Pak, bapak tidak boleh tidur di sini. Nanti dimarahi kakek.” Bapak itu tersungkur ke tanah. Rudi terkejut dan lompat ke belakang. Dia tidak melihat kepala di badan bapak itu. Tiba-tiba durian yang menggelinding itu mendekati Rudi. “Apakah kau durian?” Dia melihat ke arah durian itu dan dikejutkan dengan lompatan sebuah kepala langsung ke mukanya. “Tolong!!!!!” Rudi hanya bisa pasrah sambil menahan kepala aneh itu. “Tolonglah nak, bolehkah aku menumpang?” Rudi semakin ketakutan mendengar suara kepala itu. Tiba-tiba sinar terang menerangi Rudi dan kepala itu pun pergi ketakutan. Rudi menangis ketakutan dan dikejutkan oleh seekor harimau besar. Rudi hanya bisa terdiam dengan celananya yang sudah basah. “Maaf tuan harimau, aku hanya ingin memberikan durian ke adikku yang sakit.” Kemudian seseorang turun dari harimau tersebut. Seorang kakek berjubah putih dan tinggi. Dia memegang sebuah tongkat yang keluar dari lengan jubahnya. “Maaf nak, aku tidak tahu kalau ada manusia di pedalaman kebun ini.” Rudi hanya terdiam melihat kakek itu. “Tenanglah nak, mereka tidak bisa lagi datang ke sini. Aku bahkan tidak ingin tahu mengapa mereka bisa keluar lagi dari sarang mereka.” Kakek itu kemudian menggendong Rudi dan membiarkannya menaiki harimau tersebut. “Maaf kek, aku biasanya suka muntah jika berkendaraan.” Kakek itu hanya diam dan menyuruh harimaunya untuk berjalan. “Kau sedikit kasar ya nak. Temanku ini bukan kendaraan.” Mereka berdua pergi keluar dari kebun dengan sangat cepat. Kakek itu menurunkan Rudi dan ingin pergi kembali ke pedalaman kebun. “Maaf kek, kakekku masih berada di kebun. Aku tidak mau pulang tanpa kakek.” Si kakek berkendara harimau itu terdiam dan menunjuk ke arah Rudi. “Bukannya kau membenci kakekmu? Bukannya dengan tidak adanya kakekmu kau bisa melakukan semua yang dilarangnya?” Si Rudi terdiam dan memahami maksud dari si kakek putih itu. Rudi menghiraukannya dan pergi memasuki kebun. “Sudah kubilang nak, kepala itu masih banyak berkeliaran di sekitar sini.” Rudi menghiraukan perkataan kakek itu dan melanjutkan perjalanannya. “Aku hanya mempunyai kakek dan adikku.” Si kakek putih itu pun menghilang bersama harimaunya.
“Kakek!” Rudi berusaha mencari kakeknya dan sampailah di gubuk mereka. Rudi tidak melihat tanda-tanda kakek kembali ke gubuk. Apinya belum padam dan Rudi melihat kembali durian yang bergelindingan di kegelapan. Dia ketakutan bahwa kakeknya telah dimakan oleh mereka. "Kakek! Tolong Rudi!” Seberapa keras pun Rudi berteriak, tidak ada jawaban dari sang kakek. Dia terus berteriak hingga kepala tersebut mendekati gubuknya. “Jangan makan aku! Aku tidak enak! Kakek!” Rudi terus berteriak hingga dia menyadari sesuatu. “Kakek! Aku tidak sabar ingin memakan duriannya!” Kemudian Rudi melihat cahaya terang itu lagi dan mendengar gerakan di depannya yang ternyata si kakek yang membawa durian besar. “Sudah kubilang Rudi! Durian memang paling enak!” Si Rudi senang akan keselamatan kakeknya dan melompat ke arahnya. Dia tidak melihat kepala itu lagi. “Kakek bergegas ke sini ketika melihat cahaya itu. Kakek kira kau bermain-main dengan api lagi!” Si Rudi hanya menangis sambil memeluk kakeknya. Mereka berdua kemudian memakan duriannya bersama.
Di atas pepohonan durian, si kakek putih melihat Rudi bersama dengan kakeknya. Si Kakek itu melihat ke arah matahari terbit di mana pepohonan sedang ditebang untuk mendirikan bangunan yang baru. Si kakek putih kemudian melihat ke bawahnya. Kepala-kepala itu berkeluaran mendengar suara-suara berisik dari mesin-mesin pembangunan. Si kakek putih itu kemudian menghilang di kelebatan hutan meninggalkan sebuah kertas kecil yang melayang kea rah gubuk Rudi dan kakeknya. “Kakek, aku menemukan sesuatu!”

Penulis Indonesiana.
1 Pengikut

Jendela dan Anjing
Senin, 8 September 2025 10:39 WIB
Seorang Pendosa yang Tidak Ingin Shalat
Rabu, 3 September 2025 09:10 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler